Inilah Alasan AI dan Robot Belum Bisa Menjadi Tukang Bangunan

Stanno Yudha Putra Avatar
Inilah Alasan AI dan Robot Belum Bisa Menjadi Tukang Bangunan

Belakangan ini, muncul banyak kekhawatiran bahwa Artificial Intelligence (AI) akan menghilangkan begitu banyak pekerjaan manusia. Narasi tentang masa depan dunia kerja kerap dibayangkan dengan mesin dan algoritma yang menggantikan manusia, seakan-akan berbagai profesi hanya tinggal menunggu giliran untuk tersingkir. AI dipandang bukan sekadar sebagai alat bantu, melainkan sebagai pengganti peran manusia dalam bekerja. Pandangan inilah yang membuat banyak pihak cemas, termasuk di sektor konstruksi.

Artificial Intelligence (AI) saat ini memang sedang menjadi topik hangat di berbagai sektor, termasuk industri konstruksi. Kehadirannya membawa perubahan besar dalam hal perencanaan, desain, analisis data, hingga pengawasan proyek. AI membantu menghitung estimasi biaya, menyusun jadwal, memantau progres dengan drone, sampai memberikan peringatan dini terhadap potensi keterlambatan atau risiko kecelakaan. Namun, di balik semua kecanggihan itu, ada sebuah kenyataan yang tidak terbantahkan: AI belum bisa menggantikan tenaga konstruksi di lapangan.

Pekerjaan konstruksi seperti memasang dinding bata, plesteran, acian, pemasangan keramik, hingga pengecatan membutuhkan keterampilan tangan manusia. Aktivitas tersebut melibatkan koordinasi motorik, intuisi teknis, bahkan rasa seni yang sulit diprogram ke dalam sebuah sistem kecerdasan buatan. Meratakan adukan plester atau memastikan sambungan keramik terlihat presisi dan estetis, misalnya, masih jauh lebih efisien dilakukan oleh tukang berpengalaman dibandingkan teknologi apa pun yang ada saat ini.

Selain AI, memang ada teknologi robot konstruksi, misalnya mesin pencetak beton 3D atau bricklaying robot yang mampu menyusun bata. Akan tetapi, penggunaan robot semacam itu masih sangat terbatas. Biayanya tinggi, penerapannya rumit, dan hanya cocok untuk proyek tertentu berskala besar. Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, menggunakan tenaga manusia tetap jauh lebih ekonomis dan adaptif dibandingkan mengandalkan robot canggih yang mahal perawatannya. Di sisi lain, AI lebih banyak berperan di belakang layar: membantu perhitungan, membuat prediksi, dan memproses data agar manajemen proyek lebih efisien. Jadi, AI dan robot punya fungsi berbeda, dan keduanya pun masih belum mampu mengambil alih pekerjaan fisik yang penuh improvisasi di lapangan.

Kehadiran pekerja lapangan bukan hanya soal kekuatan fisik. Mereka juga menjadi bagian dari dinamika sosial proyek: berkoordinasi dengan mandor, berdiskusi dengan pemilik rumah, hingga memberikan improvisasi kreatif dalam pekerjaan finishing. Nilai-nilai manusiawi ini tidak bisa digantikan oleh AI maupun robot, setidaknya dalam waktu dekat.

Dengan demikian, AI lebih tepat dipahami sebagai alat bantu analisis, sementara robot sebagai perangkat mekanis yang dapat meringankan sebagian tugas tertentu. Keduanya berperan melengkapi, bukan menggantikan. Industri konstruksi tetap membutuhkan tangan-tangan manusia yang terampil untuk mewujudkan bangunan fisik yang nyata. Perkembangan teknologi memang membawa optimisme baru, tetapi membangun rumah, gedung, atau infrastruktur masih bergantung pada tenaga kerja yang mampu beradaptasi dengan tantangan lapangan.

Dengan kata lain, AI mungkin bisa merancang masa depan konstruksi, robot mungkin bisa membantu prosesnya, tetapi manusialah yang akan membangunnya. Walaupun saat ini tampak sebagai sebuah keniscayaan bahwa AI dan robot belum bisa menggantikan para pekerja di lapangan, tetap harus diingat bahwa keniscayaan itu pun bisa terpatahkan, sebab pada dasarnya tidak ada yang benar-benar tak tergantikan di dunia ini.

Dan hari ini, kita sudah melihat, salah satu contohnya adalah teknologi Automated Bricklaying Robot (ABLR) yang diinisiasi oleh perusahaan asal Inggris, Construction Automation Ltd. ABLR sendiri memiliki kemampuan yang dapat menyusun bata dengan presisi. Walaupun manusia tetap diperlukan menjadi operator utama, memastikan robot bekerja sesuai kebutuhan proyek dan menyesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Search

Latest Posts

Categories